Home Agro & Budidaya Konservasi REBRICKS | Mengolah Sampah Plastik jadi Bahan Bangunan

REBRICKS | Mengolah Sampah Plastik jadi Bahan Bangunan

134
0
Sampah-Plastik – Ilustrasi Kompas
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), persoalan limbah sampah di Indonesia sudah pada tahap yang meresahkan, bahkan Indonesia telah menduduki peringkat kedua Dunia setelah Tiongkok, sebagai penghasil sampah plastik terbesar yang terbuang ke laut. Dimana hal ini berakibat banyak wilayah di Indonesia yang rusak terumbu karangnya, penurunan hasil tangkapan nelayan, terjadinya abrasi dan erosi serta mengganggu keseimbangan lingkungan.
Dikutip dari Konferensi Laut PBB Tahun 2017, Limbah Plastik di lautan telah membunuh sekitar 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut dan ikan dalam jumlah besar setiap tahunnya. Plastik fleksibel seperti kantong tas plastik dan kemasan dapat menyebabkan penyumbatan dan infeksi usus, yang berujung pada kematian khususnya spesies cetacea seperti paus dan lumba-lumba, serta kura-kura.

 

Berbagai jenis sampah plastik yang ditemukan dalam perut paus sperma yang terdampar mati di Wakatobi, Minggu (18/11/2018). Foto: Alfi/AKKP Wakatobi/Mongabay Indonesia
Pada tahun 2018 di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, telah terdampar bangkai ikan Paus Sperma (Physeter macrocephalus) sepanjang 10 meter, salah satu mamalia terbesar di dunia, dan setelah dilakukan dinekropsi, ternyata di dalam perutnya terdapat berbagai sampah plastik dengan berat total 5,9 kg. Terdiri dari 1000 potong tali rafia, 115 botol air minum 350 ml, 25 bh kantung plastik, sandal jepit dll.
Sampah plastik yang dibuang ke sungai juga menyebabkan air sungai menjadi keruh dan sinar matahari tidak bisa menembus ke dalam air dan mengakibatkan kadar oksigen dalam sungai menurun, sehingga mengganggu habitat tumbuhan air dalam melakukan fotosintesis dan mengakibatkan banyak tumbuhan serta banyak biota air mati.
Selain hal tersebut, sampah plastik juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti pencemaran udara karena penumpukan sampah yang selain menimbulkan bau yang tidak sedap juga menimbulkan bibit penyakit bagi masyarakat di lingkungannya.
Sampah plastik apabila dimusnahkan hanya dengan dibakar, tidak dengan teknologi pirolisis, bukanlah merupakan solusi yang tepat karena pembakaran tersebut akan menghasilkan karbondioksida yang justru akan menguap menuju atmosfer dan menyebabkan penipisan atmosfer serta meningkatkan emisi karbon di permukaan bumi.
Sampah plastik seperti kantong plastik serta plastik multi layer ini sulit terurai di tanah, hal ini disebabkan plastik memiliki rantai karbon yang panjang sehingga sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme yang berada di alam. Ia akan bertahan lama mulai dari 10 tahun hingga 1000 tahun di alam, tergantung dari jenis masing-masing plastik dapat berbeda waktunya.
Menilik dari akibat jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari sampah plastik ini, maka akan lebih baik bila dilakukan langkah-langkah preventif yang terkoordinasi dengan baik antara berbagai pemangku kebijakan dan pelaku, seperti Pemerintah Daerah setempat, Pengusaha, Pengelola Bank Sampah, Pemulung hingga masyarakat yang peduli akan lingkungan hidup kita semua.
Sosialisasi pemilahan sampah yang sudah dimulai di banyak wilayah dengan warna kotak sampah berwarna merah, hijau dan kuning, dan perlu ditingkatkan lagi, misalnya dengan penempelan logo yang dilengkapi dengan gambar ilustrasi ikon jenis sampah untuk di setiap kotak akan sangat membantu pemilahan menjadi lebih mudah dan sekaligus memberikan pendidikan yang efektif bagi anak-anak usia balita akan pentingnya mengerti jenis sampah dan dimana harus membuangnya dengan benar.
Partisipasi konsumen, baik di kantor, pabrik, rumah tangga dll., dalam hal ini juga sangat penting untuk di edukasi secara berkelanjutan, agar memiliki kesadaran selain untuk memelihara lingkungan hidup, juga untuk menjaga dan mencegah pencemaran lingkungan lebih lanjut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here